Diduga ada Mafia Tanah di kelurahan Tangkerang Barat Kecamatan Marpoyan damai masyarakat sulit dalam pengurusan Surat Tanah - MATA BETMEN

Kamis, 10 Juli 2025

Diduga ada Mafia Tanah di kelurahan Tangkerang Barat Kecamatan Marpoyan damai masyarakat sulit dalam pengurusan Surat Tanah

 



MATA BETMEN, Diduga ada Mafia Tanah di kelurahan Tangkerang Barat Kecamatan Marpoyan damai masyarakat sulit dalam pengurusan Surat TanahPekanbaru – Sengketa tanah yang mencuat di Kelurahan Tangkerang Barat, Kecamatan Marpoyan Damai, kian memanas setelah muncul dugaan penyalahgunaan wewenang oleh oknum lurah setempat. Hal ini menjadi sorotan tajam dari berbagai pihak, termasuk Afriadi Andika, S.H., M.H., seorang masyarakat pemerhati hukum yang menyebut adanya kejanggalan dalam pernyataan yang disampaikan lurah melalui media massa.


Dalam sebuah pemberitaan, disebutkan bahwa lurah Tangkerang Barat menyatakan tanah bersertifikat resmi bernomor 5022368 telah terbit sejak tahun 1982. Namun, munculnya surat keterangan garapan (SKGR) pada tahun 1999 yang kemudian diklaim sebagai dasar penerbitan sertifikat baru menimbulkan pertanyaan besar. Terlebih lagi, surat tanah baru bernomor 927-2398 terbit dengan tanggal, bulan, tahun, dan jam yang sama—hal ini dianggap janggal oleh masyarakat.


> “Saya menduga ada kejanggalan serius dalam keterangan yang disampaikan oleh oknum lurah. Ini harus diusut tuntas agar tidak merugikan masyarakat,” ujar Afriadi Andika.


Afriadi Andika, S.H., M.H. sebagai masyarakat pemerhati Hukum dan seorang praktisi hukum menyebutkan, dugaan maladministrasi dalam proses penerbitan SHM muncul karena dalam SHM Kantor Pertanahan Kota Administrasi pekanbaru Provinsi Riau tidak memberitahukan terlebih dahulu kepada warga sebelum pengukuran dilakukan. Warga yang tanahnya berbatasan dengan tanah yang diukur tidak mengetahui aktivitas pengukuran.


Afriadi Andika menilai, pendaftaran tanah di Pekanbaru terkhusus kelurahan Tangkerang Barat Kecamatan Marpoyan damai telah dilakukan secara sporadik atas permohonan yang berkepentingan. Berdasarkan hasil investigasi dan informasi, tanah warga yang diklaim oleh seseorang dengan objek SHM tidak mengetahui kedatangan petugas ukur sehingga tidak menandatangani atau tidak memberikan persetujuan batasbidang-bidang tanah yang diukur.


tindakan petugas ukur tersebut dikualifikasikan sebagai tindakan atau perbuatan penyompangan terhadap prosedur yang telah diatur dalam ketentuan pasal 18 ayat (1) sampai (4) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.


Berdasarkan ketentuan Pasal 6 UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Pasal 13 ayat (2) UUPA juga mengharuskan Pemerintah mencegah adanya usaha-usaha dalam lapangan agraria dari organisasi dan perseorangan yang bersifat monopoli masyarakat. Merujuk pada ketentuan ini, Afriadi Andika, S.H., M.H. berpendapat bahwa telah terjadi monopoli dalam penguasaan hak atas tanah masyarakat kelurahan Tangkerang Barat Kecamatan Marpoyan damai oleh yang diduga klien tanah dan atau diduga mafia Tanah. 


Menurutnya, aturan bukan dibuat untuk dilanggar, melainkan menjadi pedoman dan acuan bagi penyelenggara pemerintahan dalam menjalankan tugas yang sesuai dengan hukum dan etika.


Lurah Harus Menjunjung Tinggi Integritas


Afriadi menegaskan bahwa seorang lurah harus memiliki integritas tinggi, bersikap jujur, dan profesional dalam menjalankan tugasnya. Pelayanan publik pun harus diberikan secara adil, cepat, dan akurat, sesuai prinsip keadilan.


“Seorang lurah bertanggung jawab penuh atas segala kebijakan yang diambilnya. Ia harus menjaga kehormatan jabatannya dan menaati semua aturan hukum yang berlaku,” tambahnya.


Perlindungan Hukum Harus Ditegakkan


Sengketa tanah ini juga berkaitan erat dengan hak kepemilikan dan legalitas yang diatur dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan PP Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan dan Hak Atas Tanah. Peraturan ini memberikan kejelasan hukum dan perlindungan kepada pemilik tanah yang sah dari klaim ilegal pihak lain.


Afriadi menuntut agar kasus ini ditangani serius oleh instansi terkait seperti Presiden Mabes Polri, Kejaksaan Agung, Menteri ATR/BPN, serta Komisi II dan III DPR RI untuk berada ditengah masyarakat yang tertindas dalam pengurusan tanah Tersebut. 


> “Segera periksa oknum RT 04, RW 08, Lurah Tangkerang Barat, Camat Marpoyan Damai, serta jajaran BPN Pekanbaru. Ini tuntutan publik untuk menghadirkan kepastian hukum,” tegasnya.


Pentingnya Keadilan dalam Pengelolaan Pajak Tanah


Sebagai tambahan, publik juga diingatkan soal perbedaan antara regulasi perpajakan yang berlaku, seperti UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang KUP dan PBB-P2 yang diatur dalam UU 1/2022, serta Pasal 23 ayat (2) UUD 1945. Hal ini menandakan perlunya pemahaman hukum yang kuat dalam setiap proses pengurusan dan pengelolaan tanah.


Kesimpulan:

Hal ini cukup jelas ditegaskan didalam Yurisprudensi Mahkamah Agung RI menguatkan posisi Hukum tindakan penguasaan Fisik selama bertahun-tahun.


Kasus ini menjadi pengingat penting bahwa kejujuran, akuntabilitas, dan kepatuhan pada hukum harus menjadi prinsip utama dalam tata kelola pemerintahan. Sengketa tanah bukan hanya soal lahan, tetapi soal keadilan dan kepercayaan publik terhadap institusi negara. (Dika)

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda